menu

SELAMAT DATANG DI BLOG PUTRI WULAN

Riview Buku Studi Islam Kontemporer

   Judul               : Studi Islam Kontemporer   
               Penulis             : M.Rikza Chamami, M SI 
               Penerbit           : Pustaka Rizki Putra (Semarang)
               Cetakan           : Cetakan pertam   
               Tahun terbit     : Desember 2012  
               Tebal buku      : 228 halaman dan i+ xii
Buku ini sebagai potret studi keislaman dari perkembangan sejarah peradaban Islam yang mengalami pasang surut menunjukkan besarnya Islam. Dalam kondisi yang terjepit Islam masih menunjukkan eksistensinya hingga sekarang. Sejarah kejayaan yang pernah dimiliki Islam tidak disia-siakan begitu saja. Hal ini ditandai dengan kebangkitan kebudayaan dan keilmuan dalam potret disintegrasi Daulah Abbasiyah. Dinasi abbasiyah merupakan dinasti imperium islam kedua yang menggantikan umayyah pada tahun 132/749. 
Perkembangan dinasti abbasiyah diklasifikasikan menjadi 3 periode, pertama periode perkembangan dan puncak kejayaan (750-950 M). Kedua periode disintegrasi (950-1050 M) yang ditandai dengan upaya disentegrasi ini ditandai dengan munculnya dinasti kecil di barat maupun timur Baghdad, perebutan kekuasaan oleh Dinasti Buwaihi dan Sajuk di Baghdad, perang salib antara pasukan Islam dan salib Eropa dan ketiga periode kemunduran dan kehancuran karena disentegrasi berimplikasi pada kehancuran kondisi politik dan sektor lainnya (1050-1250 M). 
Filsafat fenomenologi menjelaskan bahwa suatu gejala tidak perlu harus diamati indera, karena gejala juga dapat dilihat secara batiniah, dan tidak berupa kejadian. Sifat-sifat pokok dari fenomenologi secara luas, tapi yang kita harus tahu adalah arti sempitnya yaitu arti sebagai metode. Metode fenomenologi yaitu metode yang berusaha untuk menjelaskan dan mengungkapkan sesuatu menurut fenomema. 
Biasanya objek yang di teliti mengarah kepada kondisi dan pengalaman rohani. Fenomenologi memang ilmu pengetahuan tentang apa yang tampak. Seperti yang sudah tersirat dalam namanya fenomenologi mempelajari yang tampak atau apa yang menampakkan diri yang tadinya bersifat normatif menjadi fenomena yang bersifat empiris. Bukan berarti fenomenologi memperhatikan benda-benda yang kongkret saja namun juga menunjukkan ilmu pengetahuan. 
Buku ini juga memaparkan tentang postmodernisme, kajian kritis dialektika fenomologi dan Islam. Pemakaian term fenomena kiranya tidak perlu dikacaukan dengan polemik dalam filsafah barat yang menelaah hal ini. Filsafat materialisme Karl Marx dan Friedrick Engels yang menyatakan bahwa agama adalah teori umum tentang dunia. 
Agama merealisasi inti manusia dengan cara fantastis karena inti manusia belum memiliki realitas yang nyata. Filasafat Materialisme muncul sebagai reaksi ketidaksepakatan terhadap potivisme dan idealism karena positivisme membatasi diri pada fakta-fakta dan realitas seluruhnya terdiri dari materi bahkan Marx menganggap bahwa materi merupakan hal yang utaman, sementara pikiran wilayah konsep dan ide yang begitu penting hanya merupakan refleksi. Marx dan Engeles menilai filsafat sebagai materialisme dialektis serta materialisme historis belaka. 
Marx disamping mengemukakan gagasan materialisme, ia juga melontarkan kritik tentang agama dengan menulis buku yang berjudul “ Contribution to the Critique of Hegel’s Philosophy of Law “ yang merupakan sumbangan kritik terhadap filsafat hukum. Landasan untuk kritik sekuler adalah manusial yang menciptakan agama, bukan agama yang menciptakan manusia.Materialisme dialektis dan historis yang diungkapkan oleh mereka juga berkiblat pada Hegel karena secara kritis engan melakukan rekonstruksi. Selain materialism, ia juga aktifis Komunis dan penggagas manifesto komunis. 
Hadits sebagai sumber agama islam yang disabdakan oleh Nabi adalah interpretasi dari al-Qur’an. Akan tetapi ada kalangan yang meragukan hadis sebagai sabda Nabi yang bersifat suci karena menurut mereka hadis merupakan rekayasa kelompok tertentu untuk kepentingan politik dengan kedok sabda Nabi. Padahal mengkritik dan meneliti hadits memiliki resiko nyata, selain banyak disukai orang, tetapi tidak sedikit pula apriori. 
Tidak dipungkiri, kritik hadits yang dilakukan para orientalis itu tidak sama dengan apa yang dilakukan para ulama. Kritik terhadap sumber dasar Islam juga dibahas dalam buku ini yang memotret kritik orientalis Ignaz Goldziher, seorang orientalis ahli tafsir dab hadits yang berasal dari Hongaria berkebangsaan Jerman. Dalam membuat kritik hadis ia memilah antara hadits dan sunnah. Menurutnya hadits adalah suatu disiplin ilmu teoritis dan sunnah adalah kopendum aturan-aturan praktis. 
Selain muncul kritik hadits, banyak masalah yang timbul dalam ishtimbat hukum. Hal ini dikarenakan banyak ulama’ yang berbeda pendapat dalam menetapkan suatu hukum Islam. Perbedaan ini muncul sepeninggal Nabi Muhammad SAW karena beliaulah yang dapat menanyakan langsung kepada Allah hal-hal yang kurang jelas. 
 Hukum islam dianggap sebagai hukum sakral oleh orang-orang islam, mencakup tugas-tugas agama yang datang dari Allah dan diwajibkan terhadap semua orang islam dan semua aspek kehidupan mereka. Apabila al-Qur’an atau hadits shahih menerangkan suatu hukum yang disyari’atkan oleh Allah kepeda ummat sebelumnya, kemudian al-Qur’an atau hadits menetapkan bahwa hukum tersebut diwajibkan pula kepada ummat islam sebagaimana diwajibkan kepeda mereka, maka tidak diperselisihkan lagi bahwa hukum tersebut adalah syari’at bagi kita dan sebagai hukum yang harus kita ikuti.
 Perbedaan ini akhirnya melahirkan dua madzhab besar dalam hukum Islam yaitu ahlul Hadits dan ahlul Ra’yi yang pada akhirnya melahirkan madzhab Syafi’I, Maliki, Hambali, Hanafi.Ahlul Hadits berorientasi pada nash Al-Quran dan As-Sunnah serta asar sedangkan ahlul Ra’yi sering mendahulukan pendapat akal daripada hadits-hadits ahad. 
Kehidupan yang serba positivistik dan serba terukur sebagai konsekuensi dari pendewaan akal pikir telah gagal mengatasi problem kehidupan. Kegagalan modernisme itu telah melahirkan gerakan postmodernisme yang mendekonstruksi pemikiran modernisme. Era postmodern ditandai oleh fenomena serba paradoksal sehingga menyebabkan sikap ambivalen. 
Adapun yang hendak ditolak pascamodernisme adalah gaya berfikir yang menotalkan diri dan berlagak universal. Pandangan ini digugat secara serius. Dimana post-modernisme identik dengan dua hal. Pertama dinilai sebagai keadaan sejarah setelah zaman modern. 
 Kedua dipandang sebagai gerakan intelektual yang mencoba menggugat, bahkan mendekonstruksi pemikiran sebelumnya yang berkembang dalam bingkai paradigm pemikiran modern.Oleh karena itu geliat postmodernisme yang lebih dikenal posmo menjadi trend filsafat dan saat ini masih sering didiskusikan oleh semua kalangan. 
Dalam potret metode dan corak tafsir Al-Azhar yang ditulis oleh Hamka, seorang warga negara Indonesia yang menjadi pemikir muslim progresif dan tokoh Muhammadiyah rela berkorban dalam memperjuangkan Islam hingga dia dipenjara. Namun saat dia berada dalam penjara, ia mampu menyelesaikan penulisan Tafsir Al-Az-har  yang dirujuk dan dianut dari Tafsir Al-manar karya Muhammad Abdu dan Rasyid Ridla. 
Hingga buku ini membahas mengenai diskursus metode hermeneutika Al-Quran. Hermeneutika digunakan sebagai jembatan untuk memahami Islam secara exhaustive (menyeluruh), baik dari persoalan historis-sosiologis dan semiotic-kebahasaan. Pada dasarnya hermeneutika adalah salah satu teori dan metode meningkap makna sehingga dapat dikatakan bahwa tanggungjawab utama dari hermeneutika adalah menampilkan makna dibalik symbol yang mejadi obyeknya. 
Sedangkan dibuku ini juga menjelaskan bahwa hermeneutika Al-Qur’an merupakan istilah yang masih asing dalam wacana pemikiran Islam. Diskursus penafsiran Al-Qur’an tradisional lebih banyak mengenal istilah al-tafsir, al-ta’wil dan al-bayan sehingga disebut metode untuk membedah kandungan makna ayat Allah dengan menyesuaikan konteks dan membuat ayat itu semakin kontesktual maka melahirkan dialog Al-Qur’an antara teks dan konteks. 
 Selain realita yang ada di Al-Qur’an dan As-Sunah, Islam juga dihadapkan dengan realita tradisi yang berkembang di masyarakat. Salah satu ciri Islam Jawa yang dikatakan oleh Mark R. Woodward adalah kecepatan dan kedalaman mempenetrasi masyarakat Hindhu-Budha yang paling maju. Muatan karya sastra yang berpatronase dengan keratin seperti Serat Saloka Jiwa karya Ranggawarsita dan Serat Centhini karya Pakubuwono V dengan nilai-nilai  sufisme, ritual sekaten dll. 
Semua ini dikorelasikan dengan rekronstruksi sejarah Islamisasi Jawa seperti ajaran Islam dalam pewayangan dan penekanan bentuk keberagaman yang mengedepankan kesalehan praksis pada masyarakat Jawa serta masih banyak fenomena lain untuk menjustifikasi pengaruh Islam terhadap tradisi Jawa. Dia mencoba mencari titik temu antara agama (Islam) dengan kultur (Jawa) menyimpan kekhawatiran laten akan berkurangnya otentisitas dan kemurnian ajaran agama itu. 
 Pada pembahasan bab terakhir dalam buku ini menjelaskan tentang hiruk pikuk peradaban Islam. Peradaban dan perubahan merupakan dua peristiwa yang tidak bisa dipisahkan satu sama lainnya karena manusia merupakan pelaku utama kegiatan untuk membangun peradaban itu. 
Sejarah peradaban Islam mengandung makna perkembangan atau kemajuan Islam dalam perspektif sejarah. Sedangkan peradaban Islam yaitu peradaban umat Islam yang lahir dari motivasi keagamaan dan diwujudkan dalam berbagai bentuk, yang mana bisa berasal dari ajaran Islam secara murni maupun hasil elaborasi dengan unsur-unsur lain yang masih senafas dan tidak bertentangan. 
Namun, memang tak ada gading yang tak retak begitu pula dengan buku ini yang masih ada  kekurangan di dalamnya. Seperti dalam penulisan kata “hadist”, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata “hadist” tertulis “hadis” sebagai kata baku. Selain itu, terdapat pula sebuah paragraf yang memuat hanya satu kalimat. 
Bukankah tulisan bisa dikatakan paragraf minimal memuat dua kalimat. Hal tersebut bisa dilihat misalnya pada halaman 178, 190 poin 2 semisal kata “jadi” merupakan kesimpulan pandangan perspektif Islam, alahkah lebih baiknya jika penjelasan point 2 bukan berbentuk paragraph karena terdiri dari 1 kalimat. 
 Setelah menganalisa paragraf, Lanjut menganalisa penulisan ayat-ayat Al-Quran yang  belum ada harakatnya, bisa dilihat pada halaman 70, 77, 78, 128, 129, 193  sehingga menyulitkan pembaca ketika akan membacanya, alangkah lebih baiknya jika berharakat seperti halaman 193.
  Tetapi, terlepas dari beberapa kekurangan tersebut, buku ini layak menjadi rujukan keilmuan dalam mempelajari dan memaknai studi Islam kontemporer. Dari buku ini pula bisa didapatkan corak, ilmu, dan inspirasi yang nyata pada studi Islam. Maka dari itu, sesorang yang sedang mempelajari atau mendalami pengetahuan studi Islam patut membaca buku rujukan ini sebagai alternatife sumber bacaan dalam memperoleh ilmu karena buku ini telah merangkum secara garis besar hal-hal yang berkaitan dengan studi Islam .

      
             

Geen opmerkings nie :

Plaas 'n opmerking