menu

SELAMAT DATANG DI BLOG PUTRI WULAN

Bahasa Arab Pembagian Isim


BAB I
PENDAHULUAN
1.1.            Latar Belakang
Al Qur’an adalah kitab suci Agama Islam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW  melalui perantara Malaikat Jibril dengan menggunakan Bahasa Arab. Sebagaimana perkataan Ibnu Katsir ketika menafsirkan surat Yusuf ayat 2
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ قُرْآَنًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
“Sesungguhnya Kami telah jadikan Al-Qur’an dalam bahasa Arab supaya kalian memikirkan.” (QS.Surat Yusuf:2)
Ia berkata, “Yang demikian itu (bahwa Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa arab) karena bahasa arab adalah bahasa yang paling fasih, jelas, luas dan maknanya lebih mengena lagi cocok untuk jiwa manusia. Oleh karena itu, kitab yang paling mulia (yaitu Al-Qur’an) diturunkan kepada Rasul yang paling mulia (yaitu Nabi Muhammad SAW ) dengan bahasa yang paling mulia (yaitu Bahasa Arab), melalui perantara malaikat yang paling mulia (yaitu Malaikat Jibril),ditambah kitab ini diturunkan pada dataran yang paling mulia di atas muka bumi (yaitu tanah Arab), serta awal turunnya pun pada bulan yang paling mulia (yaitu Ramadhan), sehingga Al-Qur’an menjadi sempurna dari segala sisi.” (Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Surat Yusuf)
Dalam pembelajaran Bahasa Arab, kata terbagi menjadi tiga yaitu Isim, Fi’il, dan Huruf. Namun pada makalah ini akan dibahas tentang isim. Isim adalah kata yang bermakna namun tidak terikat dengan waktu. Fi’il adalah kata kerja. Dan Huruf adalah kata penghubung.




1.2.      RUMUSAN MASALAH
Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam proses penyusunan makalah ini adalah “Isim dan Macam-Macamnya”.
Untuk memberikan kejelasan makna serta menghindari meluasnya pembahasan, maka dalam makalah ini masalahnya dibatasi pada :
  1. Apakah pengertian dari Isim?
  2. Apakah ciri-ciri dari Isim?
  3. Apa saja pembagian dari Isim?














BAB II
PEMBAHASAN
2.1.      Pengertian Isim
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa ISIM adalah semua jenis kata benda atau segala sesuatu yang dikategorikan benda; baik benda mati maupun benda hidup, tanpa berkaitan dengan masalah waktu. Di sisi lain, ISIM (kata benda) ada yang bersifat konkrit (dapat dijangkau indera) dan ada pula yang bersifat abstrak (tidak dijangkau diindera).
2.2.      Ciri-Ciri Isim
Isim memiliki beberapa ciri, yaitu sebagai berikut:
  1. Berharokat kasroh atau kasrohtain : Jika suatu kata mempunyai akhiran kasroh, maka bisa dikatakan ia adalah isim.
Contoh :
2.      Tanwin : Jika suatu kata berakhiran tanwin, maka ia adalah isim.
Contoh :

3.      Terdapat لا pada awal kata
Contoh :
Perlu diketahui, jika suatu isim bergandengan dengan لا, maka isim tersebut tidak boleh di tanwin, begitu pula sebaliknya, sehingga isim tidak boleh kemasukan tanda لا dan tanwin pada satu kata, namun isim harus mempunyai salah satu dari kedua tanda di atas, baik itu لا saja atau tanwin saja.
  1. Terletak setelah huruf jer
Diantara huruf-huruf jer adalah : (مِنْ – إِلَى – عَنْ – عَلَى – فِي – رُبَّ – بِـ – كَا – لِـ.. )
مِنْ         : Dari         عَنْ        : Dari                                       بِـ          : Dengan
إِلَى        : Ke           لِـ           : Milik, Kepunyaan                 كَا          : Seperti
عَلَى       : Di atas     رُبَّ       : Betapa banyak, acapkali       فِي         : Di dalam
Contoh :
فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوْتِ اللهِ
Dari contoh di atas, kata بَيْتٍ dan بُيُوْتِ , termasuk isim karena terletak setelah huruf jer.
  1. Idhofah (penyandaran) = Mudhof mudhof ‘ilaih : Jika terdapat dua kata yang bergandengan, dengan kata yang kedua mempunyai akhiran kasroh, maka kedua kata tersebut kemungkinan besar adalah isim.
Contoh :    كِتَابُ مُحَمَّدٍ          : Kitabnya Muhammad
دِيْنُ الإِسْلاَمِ          : Agama Islam
Kata pertama sebagai mudhof (yang disandarkan) dan kata kedua sebagai mudhof ilaih (yang menyandarkan). Kata yang kedua di atas adalah isim, karena idhofah, dan terlihat pada kata kedua mempunyai akhiran kasroh.
2.3.      Pembagian Isim
Isim terbagi oleh beberapa macam. Yaitu berdasarkan jenisnya, berdasarkan jumlah benda, berdasarkan terdefinisi (khusus) atau tidak terdefinisi (umum) dan berdasarkan huruf akhir dan sakal (tanda) akhirnya.
a.        Isim Berdasarkan Jenisnya
Isim berdasarkan jenisnya dibagi menjadi dua bagian yaitu isim mudzakkar (laki-laki) dan isim muannats (perempuan), masing-masing bagian tersebut ada yang faktanya berjenis kelamin laki-laki (hakiki) dan perempuan (hakiki) dan ada yang hanya lafadznya saja, sedangkan faktanya sama sekali tidak diketahui jenis kelaminnya (benda).
Ø  Mudzakkar hakiki dan muannats hakiki sangat mudah dibedakan dan tidak memerlukan ciri-ciri khusus, sedangkan yang lafdzi untuk membedakannya diperlukan ciri-ciri serta cakupannya.
diakhiri dengan ta’ marbuthoh (ة) Ciri Muannats Lafdzi:
Contoh : النَّافِذَةُ ، المَدْرَسَةُ
Ø Cakupan Muannats Lafdzi meliputi :
  • Alat tubuh yang berpasangan
Contoh: عَيْنٌ ، يَدٌّ ، أُذُنٌ ، رِجْلٌ
  • Benda yang tidak dapat dihitung
    Contoh: سَحَابٌ ، رِيْحٌ ، النَّارُ
  • Oleh orang Arab digolongkan muannats (sima’i)
    Contoh: النَّفْسُ ، السَّمَاءُ ، سُوْقٌ ، طَرِيْقٌ ، دَارٌ ، قَمَرٌ ، سَمْشٌ ، اَرْضٌ
  • Seluruh benda yang jumlahnya lebih dari dua satuan (jamak).
    Kaidahnya: كُلُّ جَمْعٍ مُؤَنَّثٌ (setiap jamak adalah muannats)
Contoh: اَبْوَابٌ (pintu-pintu) نَوَافِذُ (jendela-jendela)
Apabila tidak terdapat ciri muannats dan tidak tercakup dalam isim muannats seperti di atas, maka isim tersebut adalah Mudzakkar.
b.      Isim Berdasarkan Jumlah Benda
Berdasarkan jumlah bendanya isim dibagi menjadi tiga, yaitu isim mufrod, isim mutsanna dan isim jamak.
·         Isim mufrod adalah isim yang jumlah bendanya satu satuan (satu biji, satu helai, satu pohon dan sebagainya), biasanya ditandai dengan dhommah, fathah, kasroh.
·         Isim mutsanna adalah isim yang jumlah bendanya dua satuan. Tanda khas yang mudah diketahui dari isim ini adalah akhirannya …َانِatau …َيْنِ untuk mudzakkar dan تَانِ atau تَيْنِ untuk muannats.
·         Isim jamak adalah isim yang jumlah bendanya lebih dari dua satuan. Isim jamak ini dibagi tiga bagian, yaitu jamak mudzakkar salim (جَمْعُ الْمُذَكَّرِ السَّلِمِ), jamak muannats salim (جَمْعُ الْمُؤَنَّثِ السَّلِمِ) dan jamak taksir (جَمْعُ التَّكْسِيْرِ).
Jamak mudzakkar salim berasal dari isim mudzakkar mufrod dan rangkaian Isim hurufnya tidak ada yang diubah hanya ditambah (ـُوْنَ) atau (ـِيْنَ) di akhirnya.
Contoh : مُسْلِمُوْنَ atau مُسْلِمِيْنَ berasal dari مُسْلِمٌ
Berikut adalah macam – macam Isim Jamak
1.      Isim jamak muannats salim berasal dari isim muannats mufrod dan rangkaian hurufnya tidak ada yang dirubah hanya ta’ marbuthoh di akhir kata yang menjadi ciri isim muannats dipisahkan dulu dengan menambah alif mati menjadi ـَاتٌ atau ـَاتٍ.
2.      Isim jamak taksir dapat berasal dari isim mudzakkar mufrod atau isim muannats mufrodah, akan tetapi rangkaian hurufnya terjadi pemecahan baik ditambah atau dikurangi. Isim ini tidak memiliki aturan dan tanda khas, sehingga harus dihafal.
Contoh : اَبْوَابٌ berasal dari بَابٌ , نَوَافِذُ berasal dari نَافِذَةٌ
c.       Berdasarkan Terdefinisi (Khusus) atau Tidak Terdefinisi (Umum)
Berdasarkan umum dan khususnya isim dibagi menjadi dua, yaitu isim nakiroh (umum) dan isim ma’rifat (khusus).
1.      Isim nakiroh ditandai dengan adanya tanwin ( ـًـ ، ــٍ ، ــٌ )
Contoh : هُدٌى ، كِتَابٌ
2.      Isim ma’rifat mencakup tujuh jenis, yaitu :
·         Isim yang diawali dengan Al (لا)
Contoh : الهُدَى ، الكِتَابُ
·         Isim dhomir (kata ganti)
·         Isim isyaroh (kata tunjuk)
·         Isim maushul (kata sambung)
·         Isim alam (nama)
·         Isim munada (yang dipanggil)
·         Isim idhofat (yang disandarkan)
Masing-masing jenis isim tersebut, akan dibahas berikut ini.
a.        Isim Dhomir
Kata ganti ini digolongkan ke dalam isim ma’rifat karena fungsinya untuk menggantikan isim tertentu.
Berdasarkan penampakkannya dalam tulisan, isim dhomir dibagi dua, yaitu isim dhomir bariz (tampak dalam tulisan) dan isim dhomir mustatir (tidak tampak dalam tulisan). Pada bab ini hanya dibahas isim dhomir bariz, sedangkan isim dhomir mustatir dibahas setelah membahas kalimat sempurna.
Isim dhomir bariz dibagi lagi menjadi dua bagian yaitu isim dhomir bariz muttashil (tersambung dengan kata lain) seperti : لَكُمْ = كُمْ + لَ  dan isim dhomir bariz munfashil (berdiri sendiri) seperti : اَنْتَ ، هُوَ
 b.       Isim isyaroh ( اِسْمُ الاِشَارَةِ )
Kata tunjuk digolongkan ke dalam isim ma’rifat karena fungsinya untuk menunjuk isim-isim tertentu.
Kata tunjuk ini berbeda sesuai dengan Ietak isim yang ditunjuk serta jenis dan jumlahnya. Perbedaan kata tunjuk ini antara isim dekat (qorib) dengan jauh (ba’id) yaitu ha tanbih ( هَـ ) di awal untuk qorib dan adanya dhomir mukhotob di akhir untuk isim ba’id ( كُمَا ، كَ atau كُمْ ). Selain isim isyaroh ada yang dikaitkan dengan letak, jenis dan jumlahnya, ada juga isim isyaroh yang dikaitkan dengan letaknya saja.
Seperti : هُنَا ، هُنَاكَ ، هُنَالِكَ

c.       Isim Maushul ( اِسْمُ الْمَوْصُوْلِ )
Isim maushul ini digolongkan ke dalam isim ma’rifat karena fungsinya untuk mengkhususkan suatu isim tertentu dengan kalimat yang ada sesudahnya. Selain isim maushul yang digunakan untuk menghubungkan isim berdasarkan jenis dan jumlahnya, ada pula isim maushul yang sifatnya umum (tidak dilihat mudzakkar atau muannats-nya) yang digunakan untuk yang berakal atau yang tidak. Yaitu مَا (apa-apa, apa saja) digunakan untuk isim yang tidak berakal (اِسْمُ المَوْصُوْلِ لِغَيْرِ اِلْعَاقِلِ ) dan مَنْ (siapa saja/barang siapa) digunakan untuk isim yang berakal ( اِسْمُ المَوْصُوْلِ لِِلْعَاقِلِ ).
d.             Isim Alam ( اِسْمُ الْعَلَمِ )
Isim alam adalah isim yang digunakan untuk nama tertentu tanpa membutuhkan penjelasan. Isim ini ma’rifat karena setiap nama menunjukkan isim tertentu. Pada bagian ini akan dikhususkan pada kata yang digunakan untuk nama manusia. yang dibagi menjadi 3 golongan, yaitu :
  • Isim khos (nama asli)
Contoh : عَائِشَةُ ، عُمَرُKunyah ( كُنْيَةٌ ) : julukan
Adalah nama yang diawali dengan kata : اِبْنٌ ، اُمٌّ ، اَبٌdan بِنْتٌ
Contoh : اُمُّ الْمؤمنين ، اِبْنُ الْخَطَّابِ ، اَبُوْ حَفْصٍ dan lain-lain.
  • Laqob ( لَقَبٌ ) : gelar
Diberikan khusus kepada orang-orang yang mempunyai kelebihan dalam suatu perkara.
Contoh : الصِّدِّيْقُ ، الرَّشِيْدُ ، الفَارُوْقُ dan lain-lain.



e.       Isim Munada ( اِسْمُ الْمُنَادَى )
Adalah isim yang berada setelah huruf nida. Isim ini menjadi ma’rifat karena setiap objek yang diseru. pasti telah tertentu dan diketahui oleh si penyeru. Huruf nida terdiri dari huruf nida untuk dekat, untuk jauh dan untuk dekat dan jauh.
Isim munada dibagi lima, yaitu : mufrod alam, nakiroh maqsudah, mudhofan, sibhul mudhof, nakiroh ghoiru maqsudah dan khusus lafdzul jalalah. Pada bagian ini hanya dibahas tiga jenis isim munada yang banyak dijumpai dalam Al-Qur’an atau bacaan sehari-hari, yaitu isim munada mufrod (satu kata), munada mudhofan dan isim munada khusus lafdzul jalalah.
  • Isim munada mufrod
Isim munada yang terdiri dari satu kata bentuknya nakiroh, akan tetapi tidak boleh pakai tanwin setelah diawali huruf nida. Tanda akhirnya tetap rofa (salah satu tandanya dhommah).
Contoh : يَا مُسْلِمُ
  • Isim munada mudhofan
Isim munada yang berbentuk idhofah (disandarkan). Tanda akhir untuk kata yang disandarkan adalah nashob (salah satunya fathah).
Contoh : يَا رَسُوْلَ اللهِ
Kadang-kadang huruf nida dapat dibuang jika berbentuk do’a
seperti : يَا رَبَّنَا menjadi رَبَّنَا
  • Isim munada khusus lafdzul jalalah (اَللهُ)
Sebenarnya termasuk isim munada mufrod, akan tetapi isim munada ini ada pengkhususan yaitu : bentuknya ma’rifat يَا اَللهُ dan huruf nida bisa diganti dengan huruf mim yang bertasydid ditarik di akhirnya yaitu : اَللّهُمَّ


Catatan :
Apabila isim munada mufrod dalam bentuk ma’rifat baik dengan ” لا ” ataupun isim maushul, maka setelah يا tidak dapat langsung tersambung dengan isim tersebut, tetapi harus diselingi dengan lafadz اَيُّهَا (untuk isim mudzakkar) dan اَيَّتُهَا (untuk isim muannats).
Contoh : يَااَيَّتُهَا النَّفْسُ ، يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ
f.       Isim Idhofat (kata yang disandarkan) ( اِسْمُ اْلإِضَافَةِ )
Penyandaran (idhofat) ini hanya terjadi antara dua isim (tidak fiil dan tidak juga huruf) Isim yang pertama yang disandarkan disebut mudhof ( مُضَافٌ ) sedangkan isim yang disandari disebut mudhof ilaihi (مُضَافٌ إِلَيْهِ ), yang merupakan isim ma’rifat adalah isim yang menjadi mudhof, sedangkan yang menjadi mudhof ilaihi dapat ma’rifat dapat pula nakiroh tergantung bentuknya. Yang perlu dipahami bahwa mudhof ilaihi itu tidak boleh kata sifat, dan bentuknya tetap majrur (salah satu tandanya kasroh).
Sedang ketentuan untuk mudhof adalah :
  • Tidak boleh ada ” لا “
  • Tidak boleh tanwin
  • Apabila isim mutsanna dan jamak mudzakkar salim, nun yang berada di akhirnya dibuang.
Contoh :    رَسُوْلُ اللهِ            = اللهُ + رَسُوْلٌ
وَالِدَيْهِ                 = ـهِ + وَالِدَيْنِ
بَنِيْ اِسْرَائِيْلَ         = اِسْرَائِيْلَ + بَنِيْنَ
g.                  Berdasarkan Huruf Akhir dan Sakal (tanda) Akhirnya
Berdasarkan huruf akhir dan sakal akhirnya isim dibagi 4 jenis, yaitu isim shohih akhir, isim mu’tal akhir, asmaul khomsah dan isim ghoiru munshorif.
  1. Isim shohih akhir ini sudah dibahas pada bab-bab sebelumnya, terdiri dari isim mufrod, mutsanna, jamak taksir, jamak mudzakkar salim dan jamak muannats salim.
  2. Isim mu’tal akhir artinya isim yang huruf akhirnya berupa huruf illat yaitu alif mati atau ya’ mati ( ىْ atau يْ ). Jika akhirnya alif mati disebut isim maqshur ( الاِسْمُ المَقْصُوْرُ ) seperti : مُوْسَى ، هُدَى , dan jika akhirnya ya’ mati disebut isim manqus ( الاِسْمُ المَنْقُوْصُ ) seperti : الهَادِيْ ، القَاضِيْ
  3. Asmaul khomsah (isim yang lima) adalah isim yang jumlahnya lima buah, yaitu :  اَبٌ ، اَخٌ ، حَمٌ ، فُ ، ذُ .
  4. Isim ghoiru munshorif (isim yang tidak menerima tanwin).
Ada beberapa isim yang tidak ber ” لا ” dan bukan sebagai mudhof, akan tetapi tidak dapat menerima tanwin. Isim semacam ini disebut isim ghoiru munshorif. Yang termasuk isim ghoiru munshorif adalah :
  • Sebagian besar nama orang yang bukan bentukan dari kata lain, seperti :  فَاطِمَةُ ، عُثْمَانُ ، عُمَرُ dll.
  • Shighot muntahal jumuk ( صغة منتهى الجموع ), bentuk jamak yang sama dengan مَفَاعِلُ dan مَفَاعِيْلُ, seperti : مَسَاجِدُ
  • Mengandung alif ta’nits mamdudah ( الف التأنيث الممدودة ) seperti : صَحْرَاءُ ، سَوْدَائُ ، حَمْرَاءُ










BAB III
PENUTUP

3.1.      Kesimpulan
Isim adalah semua jenis kata benda atau segala sesuatu yang dikategorikan benda; baik benda mati maupun benda hidup, tanpa berkaitan dengan masalah waktu.
Isim memiliki ciri-ciri yaitu berharakat kasroh, bertanwin (fathahtain, kasrohtain dan dhommahtain), terdapat لا pada awal kata, terletak setelah huruf jer dan idhofah atau penyandaran.
Isim terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu berdasarkan jenisnya, berdasarkan jumlah benda, berdasarkan terdefinisi (khusus) atau tidak terdefinisi (umum) dan berdasarkan huruf akhir dan sakal (tanda) akhirnya.
Isim berdasarkan jenisnya terbagi dua, yaitu Muannats dan Mudzakar. Isim berdasarkan jumlah benda terbagi tiga, yaitu Isim Mufrod, Isim Mutsanna dan Isim Jamak. Isim berdasarkan terdefinisi (khusus) atau tidak terdefinisi (umum) terbagi dua, yaitu Isim Nakiroh dan Isim Ma’rifat. Isim berdasarkan huruf akhir dan sakal (tanda) terbagi empat, yaitu isim shohih akhir, isim mu’tal akhir, asmaul khomsah dan isim ghoiru munshorif.







DAFTAR PUSTAKA
Ibrah. “Pembagian Isim”. pada http://ibrah78gorut.blogdetik.com/category/nahwu-i/pembagian-isim.html, diakses pada 09 November 2011
Ryper. “Pengenalan Isim dan Tanda-Tandanya”. pada http://ryper.blogspot.com/2009/11/pelajaran-2-pengenalan-isim-dan-tanda.html. diakses pada 09 November 2011.










on >z : � @� font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; letter-spacing: normal; line-height: normal; orphans: auto; text-align: start; text-indent: 0px; text-transform: none; white-space: normal; widows: auto; word-spacing: 0px; -webkit-text-size-adjust: auto; -webkit-text-stroke-width: 0px;">2)            Ada persambungan sanad dari awal sanad hingga akhirnya. Anas bin Malik adalah seorang shahabat, telah mendengarkan hadits dari nabi saw. Sulaiman bin Tharkhan (ayah Mu’tamir), telah menya-takan menerima hadits dengan cara mendengar dari Anas. Mu’tamir, menyatakan menerima hadits dengan mendengar dari ayahnya. Demikian juga guru al-Bukhari yang bernama Musaddad, ia menyatakan telah mendengar dari Mu’tamir, dan Bukhari -rahimahullah- juga menyatakan telah mendengar hadits ini dari gurunya.
3)            Terpenuhi keadilan dan kedhabitan dalam para periwayat di dalam sanad, mulai dari shahabat, yaitu Anas bin Malik ra hingga kepada orang yang mengeluarkan hadits, yaitu Imam Bukhari
·               Anas bin Malik ra, beliau termasuk salah seorang shahabat Nabi saw, dan semua shahabat dinilai adil.
·               Sulaiman bin Tharkhan (ayah Mu’tamir), dia tsiqah abid (terpercaya lagi ahli ibadah).
·               . Mu’tamir, dia tsiqah
·                Musaddad bin Masruhad, dia tsiqah hafid.
·                Al-Bukhari –penulis kitab as-Shahih-, namanya adalah Muhammad bin Isma’il al-Bukhari, dia dinilai sebagai jabal al-hifdzi (gunungnya hafalan), dan amirul mu’minin fil hadits.
4)            Hadits ini tidak syadz (bertentangan dengan riwayat lain yang lebih kuat)
5)            Hadits ini tidak ada illah-nya
Dengan demikian jelaslah bahwa hadits tersebut telah memenuhi syarat-syarat hadits sahih. Karena itulah Imam Bukhari menampilkan hadits ini di dalam kitabnya ash-Shahih
b)      Hadits yang dikeluarkan oleh al-Bukhari dalam Shahih-nya, yang berkata:
حدثنا عبد الله بن يوسف قال أخبرنا مالك عن ابن شهاب عن محمد بن جبير بن مطعيم عن أبيه قال سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم قرأ في المغرب بالطور حدثنا عبد الله بن يوسف قال أخبرنا مالك عن ابن شهاب عن محمد بن جبير بن مطعيم عن أبيه قال سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم قرأ في المغرب بالطور
Artinya: “Telah bercerita kepada kami ‘Abdullah ibn Yusuf, yang berkata telah mengkhabarkan kepada kami Malik, dari Ibnu Syihab, dari Muhammad ibnu Jubair ibn Muth’im, dari ayahnya, yang berkata, aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca surah ath-Thur pada waktu shalat maghrib.”
Hadits ini shahih, karena:
1.      Sanad-nya bersambung, sebab masing-masing rawi yang meriwayatkannya telah mendengar hadits tersebut dari gurunya. Sedangkan adanya ‘an’anah (hadits yang diriwayatkan dari gurunya dengan menggunakan lafazh ‘an), yaitu Malik, Ibn Syihab dan Ibn Jubair, termasuk bersambung, karena mereka bukan mudallisMudallis adalah orang yang terbiasa menyembunyikan cacat yang ada pada sanad, jika seorang mudallis meriwayatkan dengan cara ‘an’anah maka haditsnya tertolak.
2.       Para periwayatnya tergolong ‘adil dan dhabith. Kriteria mengenai para rawi hadits ini telah ditentukan oleh para ulama al-Jarh wa at-Ta’dil (ulama yang meneliti ke-tsiqah-an para periwayat hadits), yaitu:
Ø  Abdullah ibn Yusuf: orangnya tsiqah dan mutqin (cermat).
Ø  Malik ibn Anas: imam sekaligus hafizh.
Ø  Ibn Syihab az-Zuhri: orangnya faqihhafizh, disepakati tentang ketinggian dan kecermatannya.
Ø  Muhammad ibn Jubair: tsiqah.
Ø  Jubair ibn Muth’im: shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
           3. Tidak ada syadz, karena tidak bertentangan dengan perawi yang lebih kuat.
           4. Tidak ada cacat (‘illat) di dalamnya.







BAB IV
KESIMPULAN
Dari penjelasan diatas dapat kami simpulkan bahwa Hadits shahih merupakan sebuah hadits yang sanadnya bersambung, yang diriwayatkan oleh rowi yang adil dan yang dhabit dari rawi yang lain (juga) adil dan dhobit sampai akhir sanad, dan hadits itu tidak janggal serta tidak mengandung cacat (‘Illat). Perbedaan antara hadist shahih Imam al-Bukhari dan Imam Muslim terletak pada sanad,fiqih dan saat penulisan hadist tersebut
PENUTUP
Dari uraian di atas kita dapat mengetahui tentang makna,syarat – syarat dan bagaimana cara menguraikan bagian – bagian dari hadits shahih lengkap dengan sanadnya serta bisa membedakan hadist yang tergolong hadits shahih Imam al-Bukhari dan Imam Muslim.Dengan demikian kita dihapkan mampu untuk menganalisis hadits secara lebih teliti serta dapat membedakan mana yang di sebut hadist shahih maupun bukan
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Umar Hasyim, Taysir Musthalah al-Hadis
Itr,Nuruddin,Ulum Al hadits 2,Bandung:PT Remaja Rosda Karya,1997
            Khan Muhammad Shidiq Hasan,Ensiklopedia Hadits Hasan,
T.M. Hasbi Ash-Shiedieqy. Sejarah Pengantar Ilmu Hadis. Jakarta : Bulan Bintang.



[1] T.M. Hasbi Ash-Shiedieqy. Sejarah Pengantar Ilmu Hadis. Jakarta : Bulan Bintang  hal.200
[2] Munqothi’ adalah hadits yang dibuang dari tengah sanadnya satu, dua atau lebih dan tidak berturut-turut. Terkadang maksudnya adalah hadits yang tidak bersambung sanadnya, maka termasuk di dalamnya hadits yang empat tadi, mursal, mu’allaq, mu’dhol dan munqothi’ itu sendiri
[3] Mu’dhol adalah hadits yang dibuang di tengah-tengah sanadnya, dua rowi secara berturut-turut.
[4] Mu’allaq adalah hadits yang dihilangkan awal atau terkadang yang dimaksudkan adalah yang dibuang semua sanadnya, seperti perkataan Imam Bukhori, “Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam mengingat Allah di setiap keadaannya
[5] Mursal adalah hadits yang dinisbatkan kepada Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam oleh sahabat atau tabi’in yang tidak mendengar langsung dari Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam
[6] Ahmad Umar Hasyim, Taysir Musthalah al-Hadis hal  24
[7] Taufiq Umar Sayyidi, Manhaj ad-Dirayah wa Mizan ar-Riwayah hal 5
[10] al-Manhaj al-Hadits karya as-Simahi pada bagian rawi, hal. 5
[11] Tadrib ar-Rawi, hal. 11; pada bagian rawi, hal. 197
[12] Sebagaimana dinyatakan oleh Ibnu Sayyid an-Nas dan al-Hafidh al-Mizzi. Lihat Tadrib ar-Rawi, hal. 10-11.
[13] Dijelaskan oleh Syaikhuna al-'Allamah Muhammad as-Simahi dalam kitab al-Manhaj al-Hadits bagian rawi, hal. 199-200, dan kami merujuk kepadanya menulis definisi-definisi di atas. adz-Dzahabi telah menulis kitab Tadzkirat al-Huffadh guna menghimpun para rawi yang bergelar al-Hafidh dengan arti mencakup pula para rawi yang bergelar al-Hujjah dan yang lebih tinggi lagi
[14] Ahmad Warson Munawir, kamus al- Munawir(Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), hlm. 704.
[15] Muhammad Luqman as-Salafi, Ihtimam al-Muhadissin fi naqd al-Hadis([t.tp]: Maktabah as-Salafi,
    1408H), hlm. 294.

1 opmerking :